http://compteur.cc/

Selasa, 27 November 2012

DARWINISME TERBANTAHKAN , Bagaimana Teori Evolusi Runtuh Di Hadapan Ilmu Pengetahuan Modern


EVOLUSI DAN TERMODINAMIKA

Hukum Kedua Termodinamika, yang diterima sebagai salah satu hukum dasar fisika, mengatakan bahwa dalam keadaan wajar, semua sistem yang dibiarkan sendiri cenderung menjadi acak, terurai, dan rusak berbanding lurus dengan jumlah waktu yang berlalu. Segala sesuatu, baik hidup maupun mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai, dan hancur. Inilah akhir yang mutlak yang akan dihadapi oleh semua makhluk dengan satu atau lain cara, dan menurut hukum ini, proses ini tidak bisa dihindari.
Inilah sesuatu yang kita semua telah amati. Misalnya, jika Anda membawa sebuah mobil ke gurun dan meninggalkannya di sana, Anda hampir pasti tidak mengharapkannya dalam keadaan yang lebih baik ketika kembali beberapa tahun kemudian. Sebaliknya, Anda akan melihat bahwa ban-bannya telah kempis, jendela-jendelanya pecah, kerangkanya berkarat, dan mesinnya mogok. Proses tak terelakkan yang sama juga terjadi pada semua makhluk hidup.
Hukum Kedua Termodinamika adalah cara menetapkan proses alamiah ini dengan persamaan-persamaan dan perhitungan-perhitungan fisika.
Hukum fisika yang terkenal ini juga disebut "hukum entropi." Dalam fisika, entropi adalah ukuran kekacauan suatu sistem. Entropi sistem meningkat seiring dengan bergeraknya sistem dari keadaan teratur, tersusun, dan terencana ke keadaan yang lebih acak, terurai, dan tak terencana. Semakin banyak kekacauan di dalam sistem, semakin tinggi entropinya. Hukum entropi mengatakan bahwa keseluruhan alam semesta tanpa bisa dihindari berjalan menuju ke keadaan yang lebih tak teratur, tak terencana, dan tak tersusun.
Kebenaran hukum kedua termodinamika, atau hukum entropi, telah dibuktikan lewat percobaan dan teori. Semua ilmuwan terkemuka sepakat bahwa hukum entropi tetap kerangka berpikir dasar bagi masa depan yang dekat. Albert Einstein, ilmuwan terbesar zaman kita, menggambarkannya sebagai "hukum utama segenap cabang ilmu pengetahuan." Sir Arthur Eddington juga merujuknya sebagai "hukum metafisika yang agung di sekalian alam." 364*
Jika Anda membiarkan mobil di luar dalam keadaan alam, mobil itu akan berkarat dan hancur. Dengan cara yang sama, tanpa suatu penyusunan yang cerdas, semua sistem di alam semesta ini akan hancur. Inilah sebuah hukum yang tak terbantahkan.

Teori evolusi mengabaikan hukum dasar fisika ini. Mekansime yang ditawarkan oleh evolusi menentang habis hukum kedua. Teori evolusi mengatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul yang acak, tersebar, dan mati secara tiba-tiba bersatu seiring dengan waktu, dengan tata tertentu, membentuk molekul-molekul yang luar biasa rumit seperti protein, DNA, dan RNA, dan setelahnya jutaan jenis spesies hidup yang berstruktur bahkah lebih rumit muncul satu per satu. Menurut teori evolusi, proses yang diperkirakan ini—yang menghasilkan struktur yang lebih terencana, lebih teratur, lebih rumit, dan lebih tersusun pada setiap tahap—terbentuk dengan sendirinya di dalam keadaan-keadaan alamiah. Hukum entropi membuat terang bahwa proses yang dikatakan alamiah ini sepenuhnya bertentangan dengan hukum-hukum fisika.
Para ilmuwan evolusionis juga menyadari fakta ini. J.H. Rush menyatakan:
Dalam perjalanan evolusinya yang rumit, kehidupan menunjukkan perbedaan menyolok dengan kecendrungan yang dinyatakan Hukum Kedua Termodinamika. Sementara Hukum Kedua menyatakan gerak searah (irreversible) menuju entropi yang dan kekacauan yang meningkat, kehidupan berevolusi terus-menerus ke tingkat keteraturan yang lebih tinggi.365*
Penulis evolusionis Roger Lewin mengungkapkan kebuntuan termodinamis evolusi di dalam sebuah artikel majalah Science:
Salah satu masalah yang dihadapi para ahli biologi adalah penentangan nyata evolusi terhadap Hukum Kedua Termodinamika. Sistem-sistem melapuk seiring dengan waktu, memberikan lebih sedikit, bukan lebih banyak, keteraturan. 366*
Pembela lainnya teori evolusi, George Stravropoulos, menyatakan kemustahilan termodinamis pembentukan seketika kehidupan dan kemustahilan menjelaskan keberadaan mekanisme kehidupan yang rumit dengan hukum-hukum alam dalam majalah evolusionis terkenal American Scientist:
Namun, dalam keadaan alamiah, tiada molekul organik yang rumit dapat terbentuk tiba-tiba, malah cenderung teruraikan, sesuai dengan hukum kedua termodinamika. Bahkan, semakin rumit suatu molekul, semakin ia tidak mantap, dan semakin pasti, cepat atau lambat, keteruraiannya. Fotosintesis dan semua proses kehidupan, dan bahkan kehidupan itu sendiri, masih belum bisa dipahami menurut termodinamika atau ilmu pasti lainnya, sekalipun dengan penggunaan bahasa yang tanpa atau dengan sengaja membingungkan. 367*
Sebagaimana telah kita lihat, pernyataan evolusi sama sekali tidak sejalan dengan hukum fisika. Hukum kedua termodinamika meletakkan suatu rintangan yang tak teratasi bagi skenario evolusi, secara ilmiah maupun nalar. Tak mampu mengajukan penjelasan apa pun yang ilmiah dan serasi untuk mengatasi rintangan ini, para evolusionis hanya bisa melakukannya dalam khayalan mereka. Misalnya, evolusionis terkenal Jeremy Rifkin menuliskan yang diyakininya bahwa evolusi mengatasi hukum fisika ini dengan suatu "daya ajaib":
Hukum entropi mengatakan bahwa evolusi melenyapkan keseluruhan energi yang tersedia bagi kehidupan di planet ini. Konsep evolusi kami persis kebalikannya. Kami percaya bahwa evolusi entah bagaimana secara ajaib menciptakan nilai dan keteraturan menyeluruh yang lebih besar di bumi. 368*
Kata-kata ini menandakan bahwa evolusi lebih sebuah keyakinan fanatik daripada tesis ilmiah.

KEKELIRUAN PANDANGAN TENTANG SISTEM TERBUKA
Beberapa pendukung evolusi mendapat jalan keluar dengan sebuah pandangan bahwa hukum kedua termodinamika hanya berlaku bagi "sistem tertutup," dan "sistem terbuka" berada di luar jangkauan hukum ini. Pernyataan ini tak beranjak jauh dari sebagai suatu usaha oleh beberapa evolusionis untuk memelintir fakta-fakta ilmiah yang membantah teori mereka. Malah, sejumlah besar ilmuwan menyatakan secara terbuka bahwa pernyataan tersebut tidak sahih dan melanggar termodinamika. Salah satunya adalah ilmuwan Harvard John Ross, yang juga berpandangan evolusionis. Ia menjelaskan bahwa pernyataan yang tak wajar itu mengandung sebuah kekeliruan ilmiah penting dalam ulasan berikut di dalam majalah Chemical and Engineering News:
…tidak ada pelanggaran terhadap Hukum Kedua Termodinamika yang diketahui. Biasanya hukum kedua dinyatakan bagi sistem-sistem tersekat, namun hukum kedua ini juga sama benarnya bagi sistem-sistem terbuka. … gagasan bahwa hukum kedua termodinamika dengan suatu cara tak berlaku bagi sistem-sistem seperti itu terkait dengan bidang gejala jauh-dari-keseimbangan. Memastikan bahwa kekeliruan ini tidak berulang adalah penting.369*
"Sistem terbuka" adalah sistem termodinamika dengan energi dan materi mengalir keluar-masuk. Evolusionis mengatakan bahwa bumi sebuah sistem terbuka: bahwa bumi terus-menerus terpapar aliran energi dari matahari, bahwa hukum entropi tak berlaku bagi bumi secara keseluruhan, dan bahwa makhluk-makhluk hidup yang teratur dan rumit dapat dihasilkan dari struktur-struktur acak, sederhana, dan mati.
Akan tetapi, ada penyesatan yang nyata di sini. Fakta bahwa sebuah sistem memiliki arus masuk energi tidak cukup membuatnya teratur. Dibutuhkan mekanisme khusus untuk membuat energi bermanfaat. Misalnya, sebuah mobil membutuhkan mesin, sistem transmisi, dan mekanisme kendali yang terkait untuk mengubah energi di dalam bahan bakar agar bekerja. Tanpa sistem pengubah energi seperti itu, mobil tak akan dapat memakai energi yang tersimpan di dalam bahan bakar.
Syarat yang sama juga berlaku pada kehidupan. Benar bahwa kehidupan memperoleh energi dari matahari. Akan tetapi, energi matahari hanya bisa diubah menjadi energi kimia oleh sistem pengubah energi yang luar biasa rumit pada makhluk hidup (misalnya, fotosintesis pada tumbuhan serta sistem pencernaan pada manusia dan mamalia). Tidak ada makhluk hidup dapat hidup tanpa sistem pengubah energi seperti itu. Tanpa sistem itu, matahari tak lebih dari sebuah sumber energi berbahaya yang membakar, mengeringkan, atau meleburkan.
Sebagaimana bisa dilihat, sebuah sistem termodinamika tanpa suatu mekanisme pengubah energi tak menguntungkan bagi evolusi, baik terbuka maupun tertutup. Tak seorang pun menyatakan bahwa mekanisme-mekanisme yang rumit dan sadar seperti itu dapat ada di alam di dalam keadaan bumi purba. Padahal, masalah nyata yang menantang para evolusionis adalah cara mekanisme pengubah-energi yang rumit seperti fotosintesis pada tumbuhan, yang tak bisa ditiru bahkan dengan teknologi mutakhir, bisa mewujud dengan sendirinya.
Arus masuk energi matahari ke bumi tidak akan mampu melahirkan keteraturan dengan sendirinya. Terlebih lagi, betapa pun tinggi suhu bumi, asam-asam amino tetap menolak berikatan dengan urutan yang benar. Energi sendiri tak mampu membentuk asam-asam amino menjadi molekul-molekul protein yang lebih rumit, atau membuat protein membentuk struktur-struktur organel sel yang jauh lebih rumit dan tersusun.

ILYA PRIGOGINE DAN DONGENG "MATERI YANG SWASUSUN"
Menyadari bahwa hukum kedua termodinamika membuat evolusi mustahil, beberapa ilmuwan evolusionis telah melakukan upaya coba-coba untuk menjembatani keduanya agar bisa menyatakan bahwa evolusi itu mungkin.

Ilya Prigogine
Salah seorang yang teristimewa karena upayanya mengawinkan termodinamika dan evolusi adalah ilmuwan Belgia Ilya Prigogine.
Beranjak dari teori kekacauan (chaos), Prigogine mengajukan sejumlah hipotesis yang di dalamnya keteraturan berkembang dari ketakteraturan. Akan tetapi, meskipun dengan segenap upaya terbaiknya, Prigogine tak mampu menyatukan termodinamika dan evolusi.
Dalam penelitiannya, ia mencoba mengaitkan proses-proses fisik yang searah dengan skenario evolusionis tentang asal usul kehidupan, tetapi tidak berhasil. Buku-bukunya, yang sepenuhnya hanya teori dan melibatkan sejumlah besar gagasan matematis yang tak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata dan tak berpeluang untuk diteliti, telah dikecam oleh para ilmuwan yang diakui sebagai pakar-pakar bidang fisika, kimia, dan termodinamika, sebab tak bernilai praktis dan nyata.
Misalnya, P. Hohenberg, seorang ahli fisika yang dipandang sebagai pakar bidang mekanika statistik dan pembentukan pola, dan salah seorang penulis buku Review of Modern Physics (Telaah Fisika Mutakhir), menggelar ulasannya atas penelitian-penelitian Prigogine di dalam majalah Scientific American Mei 1995:
Saya tak mengetahui satu pun gejala yang dijelaskan teorinya. 370*
Dan Cosma Shalizi, seorang ahli fisika teoretis dari Wisconsin University, mengatakan yang berikut ini tentang fakta bahwa penelitian-penelitian Prigogine tak mencapai kesimpulan atau penjelasan yang tegas:
… dalam kurang dari 500 halaman bukunya Self-Organization in Nonequilibrium Sistems (Swasusun pada Sistem-sistem tak Seimbang; swasusun: menyusun diri secara mandiri), hanya ada empat grafik data dunia nyata, dan tak ada pembandingan satu pun modelnya dengan hasil-hasil percobaan. Juga, gagasannya tentang kesearahan sama sekali tidak terkait dengan perihal swasusun, kecuali bahwa keduanya adalah pokok bahasan fisika statistik. 371*
Penelitian-penelitian di bidang fisika oleh seorang materialis bertekad kuat Prigogine juga bermaksud memberikan dukungan bagi teori evolusi, sebab, sebagaimana telah kita lihat di halaman-halaman sebelumnya, teori evolusi sudah jelas bertentangan dengan azas entropi, alias Hukum Kedua Termodinamika. Hukum entropi, sebagaimana kita ketahui, tegas menyatakan bahwa ketika suatu struktur rumit dan tersusun ditinggalkan dalam keadaan alamiah, maka lenyapnya ketersusunan, kerumitan, dan informasi akan terjadi. Bertentangan dengan ini, teori evolusi menyatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul yang tak teratur, terpencar, dan tak sadar bergabung dan memunculkan makhluk-makhluk hidup beserta sistem-sistem tersusunnya.
Prigogine bertekad mencoba menemukan rumus yang membuat proses-proses sedemikian layak. Akan tetapi, segenap usaha ini tak menghasilkan apa-apa selain sederet percobaan teoretis.
Dua teori terpenting yang lahir sebagai hasil dari upaya itu adalah teori "swasusun" dan teori "struktur melesap (disipatif)." Teori pertama berpendapat bahwa molekul-molekul sederhana dapat bersama-sama menyusun diri membentuk sistem-sistem kehidupan yang rumit; yang kedua menyatakan bahwa sistem-sistem rumit dapat muncul dari sistem-sistem yang tak teratur dan berentropi tinggi. Namun, teori-teori ini tak bernilai praktis dan ilmiah selain menciptakan dunia-dunia khayal baru bagi para evolusionis.
Faktanya bahwa teori-teori ini tak menjelaskan dan memberikan hasil apa pun, diakui oleh banyak ilmuwan. Ahli fisika terkenal Joel Keizer menulis: "Syarat yang diperkirakannya untuk meramalkan kemantapan struktur acak yang jauh-dari-keseimbangan gagal—kecuali untuk keadaan-keadaan yang sangat dekat dengan keseimbangan." 372*
Ahli fisika teoretis Cosma Shalizi mengatakan yang berikut tentang masalah ini: "Kedua, ia mencoba mengajukan kajian pembentukan pola dan swasusun yang amat lengkap dan berlandasan kuat hampir sebelum siapa pun. Ia gagal, namun upayanya memberikan ilham."373*
F. Eugene Yates, penyunting Self-Organizing Systems: The Emergence of Order (Sistem-sistem Swasusun: Lahirnya Keteraturan), merangkum kecaman yang diarahkan kepada Prigogine oleh Daniel L. Stein dan ilmuwan pemenang Hadiah Nobel Philip W. Anderson dalam sebuah karangan majalah yang sama:
Para penulis [Anderson dan Stein] membandingkan keruntuhan simetri pada sistem-sistem seimbang termodinamis (yang mengarah ke perubahan fasa) dengan sistem-sistem yang jauh dari keseimbangan (yang mengarah ke struktur melesap). Maka, kedua penulis tak percaya bahwa duga-dugaan tentang struktur melesap dan pemutusan simetrinya dapat, pada saat ini, berkaitan dengan masalah-masalah asal usul dan kelangsungan kehidupan.374*
Singkatnya, penelitian-penelitian teoretis Prigogine tak bernilai dalam menjelaskan asal usul kehidupan. Para penulis yang sama membuat ulasan berikut tentang teori-teori Prigogine:
Bertentangan dengan pernyataan-pernyataan di dalam sejumlah buku dan artikel di bidang ini, kami percaya bahwa tiada teori yang sedemikian, dan bahkan mungkin tiada struktur sebagaimana diisyaratkan oleh Prigogine, Haken, dan para sejawat mereka. 375*
Intinya, para pakar masalah ini menyatakan bahwa tak satu pun tesis yang diajukan Prigogine memiliki kebenaran atau kesahihan, dan bahwa struktur-struktur dari jenis yang dibahasnya (struktur melesap) bahkan mungkin tak pernah ada.
Pernyataan-pernyataan Prigogine dikupas lebih rinci dalam artikel Jean Bricmont berjudul "Science of Chaos or Chaos in Science?" (Ilmu tentang Kekacauan atau Kekacauan dalam Ilmu?) yang membuat ketaksahihannya jelas.
Meskipun fakta bahwa Prigogine tak berhasil menemukan jalan untuk mendukung evolusi, sekadar fakta bahwa ia berprakarsa seperti ini cukup bagi para evolusionis untuk menghormatinya sebesar-besarnya. Sejumlah besar evolusionis telah menyambut konsep "swasusun" Prigogine dengan harapan besar dan prasangka dangkal. Teori-teori dan konsep-konsep khayalan Prigogine bagaimana pun telah meyakinkan orang-orang yang tak tahu banyak mengenai masalah ini bahwa evolusi telah memecahkan dilema termodinamika, sementara Prigogine sendiri malah telah mengakui bahwa teori-teori yang dibuatnya bagi tingkat molekul tak berlaku pada sistem-sistem hidup—misalnya, sebuah sel hidup:
Masalah keteraturan biologis meliputi peralihan dari kegiatan molekuler ke keteraturan molekul raksasa dari sel. Masalah ini masih jauh dari terpecahkan. 376*
Inilah duga-dugaan, didorong oleh teori-teori Prigogine, yang memabukkan para evolusionis dan dimaksudkan untuk menyelesaikan pertentangan antara evolusi dan hukum-hukum fisika lainnya.

PERBEDAAN ANTARA SISTEM TERSUSUN DAN SISTEM TERATUR
Jika kita tinjau secara saksama pernyataan-pernyataan Prigogine dan para evolusionis lainnya, kita akan melihat bahwa mereka telah terjerembab ke dalam perangkap yang amat penting. Demi membuat evolusi serasi dengan termodinamika, evolusionis terus-menerus mencoba membuktikan bahwa suatu keteraturan tertentu dapat muncul dari sistem-sistem terbuka.
Dan di sini, mengemukakan dua konsep kunci adalah penting demi mengungkapkan cara-cara licik yang dipakai para evolusionis. Muslihat ini terletak pada pencampur-adukan dengan sengaja dua konsep: "teratur" (ordered) dan "tersusun" (organized)
Hal ini dapat dijernihkan dengan sebuah contoh. Bayangkan suatu pantai yang benar-benar datar di tepi laut. Ketika gelombang besar menghempas pantai, bongkah-bongkah pasir, besar dan kecil, membentuk gundukan-gundukan di permukaan pantai.
Ini sebuah proses "pengaturan." Tepi laut adalah sebuah sistem terbuka, dan arus energi (gelombang) yang memasukinya mampu membentuk pola-pola sederhana di pasir, yang tampak biasa-biasa saja. Dari sudut pandang termodinamika, gelombang mampu membuat keteraturan di tempat yang sebelumnya tak ada keteraturan. Namun, kami harus menegaskan bahwa gelombang-gelombang yang sama tak dapat membangun istana pasir di pantai. Jika melihat sebuah istana pasir di sana, kita tidak ragu bahwa seseorang telah membuatnya, sebab istana itu sebuah sistem yang "tersusun." Dengan kata lain, istana itu memiliki rancangan dan informasi yang jelas. Setiap bagiannya telah dibuat oleh suatu wujud cerdas secara terencana.
Perbedaan antara istana dan pola pasir adalah yang pertama itu suatu kerumitan yang tersusun, sementara yang terakhir memiliki hanya keteraturan yang dihasilkan oleh pengulangan remeh. Keteraturan yang dibentuk oleh pengulangan adalah seakan sebuah benda (dengan kata lain, arus energi yang memasuki sistem) telah terjatuh ke huruf "a" pada mesin ketik, menuliskan "aaaaaaaa" ratusan kali. Namun, untaian "a" dalam sebuah urutan yang diulang dengan cara ini tak mengandung informasi apa pun, dan tak memiliki kerumitan. Untuk menulis suatu rangkaian rumit huruf yang benar-benar mengandung informasi (dengan kata lain, sebuah kalimat, paragraf, atau buku yang bermakna), kehadiran kecerdasan adalah penting.
Hal yang sama terjadi jika satu sapuan kuat angin berhembus ke sebuah ruangan berdebu. Ketika angin berhembus masuk, debu-debu yang tersebar merata mungkin terkumpul di satu sudut ruangan. Ini juga suatu keadaan yang lebih teratur daripada sebelumnya menurut pengertian termodinamika, tetapi, butir-butir debu itu tak bisa membentuk lukisan seseorang di lantai secara tersusun.
Ini berarti bahwa sistem yang rumit dan tersusun tak akan pernah muncul sebagai hasil proses-proses alamiah. Meskipun contoh-contoh sederhana keteraturan bisa muncul dari waktu ke waktu, semua itu tidak bisa beranjak keluar batas-batas tertentu.
Tetapi, para evolusionis menunjuk kepada swa-atur yang muncul lewat proses-proses alamiah ini sebagai sebuah bukti penting evolusi dengan menggambarkan hal-hal seperti itu sebagai contoh-contoh "swasusun." Akibat pencampur-adukan konsep ini, mereka mengusulkan bahwa sistem-sistem kehidupan dapat berkembang sendiri dari kejadian-kejadian di alam dan reaksi-reaksi kimia. Cara-cara dan penelitian-penelitian yang dipakai Prigogine dan para pengikutnya yang kita bahas di atas didasarkan pada penalaran yang memperdaya ini.
Akan tetapi, sebagaimana telah diperjelas sejak awal, sistem tersusun adalah struktur yang sama sekali berbeda dengan sistem teratur. Sementara sistem teratur mencakup struktur-struktur hasil pengulangan sederhana, sistem tersusun mencakup struktur-struktur dan proses-proses yang sangat rumit, yang sering kali saling membungkus. Supaya struktur seperti itu bisa mewujud, diperlukan kecerdasan, pengetahuan, dan perencanaan. Jeffrey Wicken, seorang ilmuwan evolusionis, menjelaskan perbedaan penting di antara dua konsep ini dengan cara berikut:
Sistem 'tersusun' mesti saksama dibedakan dengan sistem ‘teratur’. Kedua macam sistem sama-sama tidak ‘acak’, tetapi, sementara sistem teratur dibangkitkan sesuai dengan algoritma-algoritma sederhana dan oleh karena itu tidak memiliki kerumitan, sistem tersusun harus dirakit unsur demi unsur menurut ‘bagan pengawatan’ dari luar dengan kandungan informasi yang tinggi… Maka, penyusunan adalah kerumitan fungsional dan membawa informasi. 377*
Ilya Prigogine—mungkin sebagai akibat pikiran bermimpi evolusionis—mengandalkan kepada pencampur-adukan kedua konsep ini, dan memajukan contoh-contoh molekul yang menyusun diri-sendiri di bawah pengaruh arus masuk energi sebagai "swasusun."
Ilmuwan-ilmuwan Amerika Charles B. Thaxton, Walter L. Bradley, dan Roger L. Olsen, di dalam buku mereka The Mystery of Life's Origin (Teka-Teki Asal Usul Kehidupan), menjelaskan fakta ini sebagai berikut:
… Pada tiap-tiap kejadian, gerakan acak molekul di dalam cairan tiba-tiba digantikan oleh perilaku yang sangat teratur. Prigogine, Eigen, dan banyak lainnya telah menggagaskan bahwa macam swasusun yang serupa mungkin sifat bawaan di dalam kimia organik, dan berpeluang menjelaskan molekul-molekul besar yang rumit yang penting bagi sistem-sistem hidup. Akan tetapi, analogi seperti itu tak cukup berkaitan dengan masalah asal usul kehidupan. Alasan utamanya adalah mereka gagal membedakan antara keteraturan dan kerumitan… 378
Dan inilah cara ilmuwan-ilmuwan yang sama menjelaskan kedangkalan dan penyimpangan penalaran dari menyatakan air yang menjadi es sebagai contoh bagaimana keteraturan biologis dapat muncul tiba-tiba:
Sering dikemukakan lewat analogi mengristalnya air menjadi es bahwa monomer-monomer sederhana mungkin bergabung menjadi polimer molekul-molekul rumit seperti protein dan DNA. Akan tetapi, analogi ini jelas-jelas tidak layak. Gaya ikat atom menarik molekul-molekul air menjadi larik kristal yang teratur ketika rangsangan panas (atau gaya peningkat entropi) dibuat cukup kecil dengan cara menurunkan suhu. Akan tetapi, pada suhu berapa pun, monomer-monomer organik seperti asam amino menolak sama sekali penggabungan, apalagi penataan yang teratur.379*
Prigogine mengabdikan seluruh karirnya untuk mengawinkan evolusi dan termodinamika, namun tetap ia mengakui bahwa tiada kemiripan antara pengristalan air dan kemunculan struktur-struktur rumit biologis:
Intinya adalah pada sistem yang tak tersekat, ada peluang pembentukan struktur-struktur teratur dan berentropi rendah pada suhu yang cukup rendah. Azas pengaturan ini berperan pada kemunculan struktur-struktur teratur seperti kristal maupun gejala peralihan fasa. Sayangnya, azas ini tak bisa menjelaskan pembentukan struktur-struktur biologis.380*
Singkatnya, tidak ada pengaruh kimia atau fisika dapat menjelaskan asal usul kehidupan, dan konsep "swasusun materi" tetap sebuah khayalan.

SWASUSUN: SEBUAH DOGMA MATERIALIS
Pernyataan yang dipertahankan evolusionis dengan konsep "swasusun" adalah keyakinan bahwa materi mati dapat menyusun diri dan menghasilkan suatu makhluk hidup yang rumit. Ini sebuah keyakinan yang sepenuhnya tak ilmiah: pengamatan dan percobaan telah tak terbantahkan membuktikan bahwa materi tak bersifat demikian. Astronom dan ahli matematika Inggris terkenal Sir Fred Hoyle menulis bahwa materi tak bisa menghasilkan kehidupan sendirian tanpa campur tangan yang disengaja:
Jika ada azas dasar materi yang dengan suatu cara mendorong sistem organik ke arah kehidupan, keberadaannya haruslah dengan mudah bisa ditunjukkan di laboratorium. Misalnya, Anda dapat menggunakan kolam renang untuk mewakili kolam purba. Mengisinya dengan sembarang bahan kimia alami tak hidup sesuka Anda. Memompakan gas apa pun ke atasnya, atau ke dalamnya, sesuka Anda, dan menyinarinya dengan berbagai radiasi sesuai dengan khayalan Anda. Biarkan pecobaan berjalan selama setahun dan lihatlah berapa banyak dari 2 ribu enzim [protein-protein yang dihasilkan oleh sel-sel hidup] telah muncul di kolam. Saya akan berikan jawabannya, sehingga akan menghemat waktu dan tenaga dan biaya untuk benar-benar melakukan percobaan ini. Anda tak akan menemukan apa pun, kecuali mungkin sejenis lumpur lengket yang tersusun dari asam-asam amino dan senyawa-senyawa organik sederhana lainnya. 381*
Ahli biologi evolusi Andrew Scott mengakui fakta yang sama:
Ambillah beberapa bahan, panaskan sambil diaduk dan tunggu. Inilah versi mutakhir Genesis. Gaya-gaya ‘dasar’ gravitasi, elektromagnetisme, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah dianggap mengerjakan bagian selebihnya… Tetapi, seberapa banyakkah dari cerita indah ini benar-benar terjadi, dan seberapa banyakkah tetap duga-dugaan penuh harap? Pada kenyataannya, mekanisme dari hampir setiap tahap utama, dari bahan-bahan kimia awal sampai ke sel-sel pertama yang bisa dikenali, adalah bahan bagi perdebatan atau kebingungan mutlak.382*
Jadi, mengapakah evolusionis terus memercayai skenario-skenario seperti "swasusun materi," yang tak berlandasan ilmiah? Mengapakah mereka demikian kukuh menolak kecerdasan dan perencanaan yang bisa dilihat dengan jelas pada sistem-sistem hidup?
Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini tersembunyi dalam filsafat materialis di atas mana teori evolusi secara mendasar dibangun. Filsafat materialis memercayai bahwa hanya materi yang ada, oleh sebab itu, makhluk hidup harus bisa dijelaskan dengan cara yang berdasarkan materi. Kesulitan inilah kyang melahirkan teori evolusi, dan betapa pun bertentangan dengan petunjuk ilmiah, kepercayaan ini dipertahankan hanya demi alasan itu. Seorang profesor kimia dari New York University sekaligus pakar DNA, Robert Shapiro, menjelaskan kepercayaan evolusionis tentang "swasusun materi" dan dogma materialis yang terletak di intinya sebagai berikut:
Karena itu, azas evolusi lainnya diperlukan untuk membawa kita menyeberangi jurang dari campuran bahan kimia alamiah sederhana ke pengganda berdaya guna pertama. Azas ini belum pernah diuraikan atau ditunjukkan, tetapi diperkirakan, dan diberi nama-nama seperti evolusi kimia dan swasusun materi. Keberadaan azas ini diterima tanpa bertanya dalam filsafat materialisme dialektis, sebagaimana yang diterapkan pada asal usul kehidupan oleh Alexander Oparin. 383*
Kebenaran-kebenaran yang telah kita telaah di dalam bab ini dengan jelas menunjukkan kemustahilan evolusi di depan Hukum Kedua Termodinamika. Konsep "swasusun" adalah dogma lain yang coba dipertahankan tetap hidup oleh para ilmuwan evolusionis sekalipun segenap petunjuk ilmiah membantahnya.

footnote :
364 Jeremy Rifkin, Entropy: A New World View, Viking Press, New York, 1980, h. 6.
365 J. H. Rush, The Dawn of Life, New York, Signet, 1962, h. 35.
366 Roger Lewin, "A Downward Slope to Greater Diversity," Science, vol. 217, 24 September, 1982, h. 1239.
367 George P. Stravropoulos, "The Frontiers and Limits of Science," American Scientist, vol. 65, November-Desember 1977, h. 674.
368 Jeremy Rifkin, Entropy: A New World View, Viking Press, New York, 1980, h. 55.
369 John Ross, Chemical and Engineering News, 27 Juli, 1980, h. 40. (tanda penegasan ditambahkan)
370 "From Complexity to Perplexity," Scientific American, Mei 1995.
371 Cosma Shalizi, "Ilya Prigogine," 10 Oktober, 2001, www.santafe.edu/~shalizi/notebooks/prigogine.html. (tanda penegasan ditambahkan)
372 Joel Keizer, "Statistical Thermodynamics of Nonequilibrium Processes," Springer-Verlag, Berlin, 1987, h. 360-1. (tanda penegasan ditambahkan)
373 Cosma Shalizi, "Ilya Prigogine," 10 Oktober, 2001, www.santafe.edu/~shalizi/notebooks/prigogine.html. (tanda penegasan ditambahkan)
374 F. Eugene Yates, Self-Organizing Systems: The Emergence of Order, "Broken Symmetry, Emergent Properties, Dissipative Structures, Life: Are They Related," Plenum Press, New York, 1987, h. 445-457. (tanda penegasan ditambahkan)
375 F. Eugene Yates, Self-Organizing Systems: The Emergence of Order, "Broken Symmetry, Emergent Properties, Dissipative Structures, Life: Are They Related" (NY: Plenum Press, 1987), h. 447.
376 Ilya Prigogine, Isabelle Stengers, Order Out of Chaos, Bantam Books, New York, 1984, h. 175.
377 Jeffrey S. Wicken, "The Generation of Complexity in Evolution: A Thermodynamic and Information-Theoretical Discussion," Journal of Theoretical Biology, vol. 77, April 1979, h. 349.
378 Charles B. Thaxton, Walter L. Bradley & Roger L. Olsen, The Mystery of Life's Origin: Reassessing Current Theories, 4th edition, Dallas, 1992, h. 151.
379 C. B. Thaxton, W. L. Bradley, and R. L. Olsen, The Mystery of Life's Origin: Reassessing Current Theories, Lewis and Stanley, Texas, 1992, h. 120. (tanda penegasan ditambahkan)
380 I. Prigogine, G. Nicolis ve A. Babloyants, "Thermodynamics of Evolution," Physics Today, November 1972, vol. 25, h. 23. (tanda penegasan ditambahkan)
381 Fred Hoyle, The Intelligent Universe, Michael Joseph, London, 1983, h. 20-21. (tanda penegasan ditambahkan)
382 Andrew Scott, "Update on Genesis," New Scientist, vol. 106, 2 Mei 1985, h. 30. (tanda penegasan ditambahkan)
383 Robert Shapiro, Origins: A Sceptics Guide to the Creation of Life on Earth, Summit Books, New York, 1986, h. 207. (tanda penegasan ditambahkan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar